Puasa yang Diharamkan Bagi Pengikut Ahlulbait

Di samping ada yang dihukumi sebagai puasa wajib dan puasa sunnah, terdapat pula puasa yang dihukumi haram apabila dilaksanakan. Dalam madzhab Ahlulbait, ada tujuh kondisi di mana puasa haram dilakukan, antara lain;

Pertama, berpuasa di dua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Puasa di dua waktu ini bukan saja tidak mendapatkan pahal, namun juga mendapatkan dosa.

Kedua, berpuasa pada tanggal 30 Sya’ban dengan niat puasa Ramadhan. Apabila tidak terbukti dan belum memberikan keyakinan penuh bahwa telah masuk bulan Ramadhan, dengan kata lain masih dalam bulan Sya’ban, lalu seseorang melakukan niat puasa Ramadhan maka puasa tersebut dihukumi haram.

Oleh karena itulah, apabila belum diyakini masuknya awal Ramadhan, diimbau untuk berpuasa dengan niat melaksanakan puasa sunnah Sya’ban.

Ketiga, berpuasa pada hari-hari Tasyriq yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah bagi yang sedang berada di Mina. Mereka yang berada di Mina haram melakukan puasa, Adapun bagi mereka yang berada di negeri nya sendiri, maka tidak haram untuk puasa di waktu tersebut.

Keempat, puasa untuk memenuhi nadzar maksiat. Di samping ada puasa wajib nadzar, yang nadzarnya itu untuk hal-hal yang baik, ada pula puasa nadzar haram yang nadzarnya didasari oleh kemaksiatan. Misalnya, ada seseorang yang bernadzar, ketika dia berhasil mencuri motor, maka dia akan berpuasa tiga hari. Puasa ini haram hukumnya.

Kelima, puasa Wishal. Artinya puasa yang bersambung dua hari berturut-turut tanpa berbuka puasa saat waktu Maghrib. Puasa yang seperti ini diharamkan.

Keenam, yaitu puasa diam. Seseorang yang berniat berpuasa tanpa bicara. Ini pun hukumnya haram.

Ketujuh, yaitu puasa non wajib yang dilakukan oleh seorang istri namun tidak mendapatkan izin atau restu dari suaminya.