Waktu Mulai dan Buka Puasa Dalam Madzhab Ahlulbait

Penetapan waktu mulai dan berbuka puasa merupakan salah satu topik penting dari sekian banyak pembahasan dalam tema puasa. Seluruh umat muslim bersepakat, bahwa ibadah puasa dimulai sejak terbit fajar (Subuh), dan akan berakhir saat terbenamnya matahari (Maghrib). Namun dalam hal penentuan waktu subuh dan maghrib, terdapat perbedaan pandangan antara madzhab Ahlulbait dengan Ahlusunnah.

Awal Puasa

Secara teoritis, baik Syiah maupun Sunni sejatinya memiliki kesamaan dalam memahami terbit fajar, namun secara praktek muncul perbedaan antara keduanya. Hal tersebut terlihat dalam penetapan jadwal imsakiyah atau jadwal waktu salat subuh yang dikeluarkan madzhab Ahlusunnah, di mana menurut madzhab Ahlulbait, waktu subuh yang diyakini madzhab Ahlusunnal lebih cepat sekitar 6 hingga 7 menit.

Dengan demikian, ketika adzan subuh di masjid Ahlusunnah sudah berkumandang, para pengikut madzhab Ahlulbait masih diperbolehkan menyelesaikan aktivitas makan dan minum, sikat gigi atau aktivitas lainnya.

Dan dalam fatwa Imam Ali Khamenei dianjurkan pula bagi pengikut madzhab Ahlulbait melakukan ihtiyat (berhati-hati) atau menunda pelaksanaan salat subuh kurang lebih 6 sampai 7 menit setelah diyakini masuknya waktu subuh, dengan kata lain, dari adzan subuh Ahlusunnah, pengikut Ahlulbait bisa melaksanakan salat subuh setelah 14 menit kemudian.

Adapun istilah imsak yang berlaku di Indonesia bukanlah sebuah penanda dimulainya ibadah puasa, akan tetapi hanya sebuah peringatan agar lebih berhati-hati sebelum masuknya waktu subuh, di mana setelah itu aktivitas makan dan minum sudah tidak diperbolehkan.

Berbuka Puasa

Secara konsep dan praktek, madzhab Ahlulbait dan Ahlusunnah berbeda dalam memahami waktu maghrib. Madzhab Ahlulbait meyakini waktu maghrib tiba ketika sudah terlihat tanda tidak adanya mega merah di atas langit, dengan kata lain melihat langit pada posisi sudah gelap. Paling tidak separuh dari langit di atas kepala sampai ke arah timur sudah dalam keadaan gelap.

Sementara Ahlusunnah meyakini bahwa penetapan waktu maghrib sudah cukup dengan hilangnya bola matahari di bawah ufuk, meskipun di saat itu kondisi langit masih dalah keadaan terang. Sederhananya, perbedaan waktu maghrib yang diyakini madzhab Ahlulbait yaitu 16 menit lebih lambat dari Ahlusunnah.

Dianjurkan bagi para pengikut Ahlulbait melaksanakan salat maghrib dan isya terlebih dahulu sebelum berbuka puasa, sehingga semua salat dilakukan dalam keadaan puasa. Namun apabila saat masuk waktu maghrib seseorang berada dalam kondisi sangat lapar atau haus, dan itu bisa membuat konsentrasi salat terganggu, maka dianjurkan untuknya berbuka puasa terlebih dahulu baru menjalankan salat maghrib dan isya.

Kemudian apabila seorang pengikut Ahlulbait sedang menjadi tamu atau menjadi tuan rumah maka pilihan itu disesuaikan oleh tamu atau pun tuan rumah yang bersangkutan. Apabila dikehendaki berbuka terlebih dahulu, maka sebaiknya berbuka, ataupun sebaliknya. Dengan catatan sudah masuk waktu maghrib menurut madzhab Ahlulbait.

Adapun jika yang dalam suatu keadaan tuan rumah atau tamu tersebut pengikut Madzhab Ahlusunnah, yang dari sisi waktu maghrib nya berbeda, maka pengikut Ahlulbait patut memberikan penjelasan sesuai keyakinannya, yakni dalam rangka ihtiyat maka ditunda hingga 15 menit setelah adzan Ahlusunnah.

Apabila penjelasan itu tidak memungkinkan untuk disampaikan, maka pengikut Ahlulbait dapat mencari cara lain agar tetap bisa menunda berbuka puasa sampai masuk waktu maghrib sebagaimana yang diyakini madzhab Ahlulbait.

Dan apabila menunda waktu berbuka itu tidak memungkinkan sama sekali, karena dapat membahayakan keselamatan jiwa, atau membuat pengikut Ahlulbait dikucilkan, maka diperbolehkan baginya berbuka puasa menurut keyakinan Ahlusunnah. Namun dalam kondisi ini, berdasarkan fatwa Imam Ali Khamenei diwajibkan atas pengikut Ahlulbait tersebut mengqadha puasanya di waktu lain.