Kafarah Membatalkan Puasa dengan Sengaja

Pertanyaan: Apabila seseorang pada bulan Ramadhan tahun ini atau Ramadhan tahun kemarin membatalkan puasanya dengan sengaja. Namun karena kerumitan kaffârah dan harus mengenyangkan orang-orang fakir, ia tidak mampu membayar kaffarah itu. Pertanyaan saya apabila hanya sejumlah uang yang diserahkan kepada orang-orang fakir atau membeli gandum lalu menyerahkannya kepada mereka apakah sudah mencukupi untuk membayar kaffârah?

Jawaban:

Para marja agung taklid menyatakan, “Seseorang yang wajib baginya membayar kaffârah puasa bulan Ramadhan maka ia harus membebaskan seorang budak[1] atau dua bulan berpuasa (tiga puluh satu hari dari dua bulan tersebut harus ditunaikan secara berurut) atau mengenyangkan enam puluh orang fakir atau memberikan masing-masing (dari enam puluh itu) satu mud yang kurang-lebih sama dengan sepuluh sir (750 gram) makanan yaitu gandum dan semisalnya (beras). Apabila kesemua hal ini tidak memungkinkan, seberapa mud pun ia dapat berikan sebagai makanan. Apabila ia tidak mampu memberikan makanan maka ia harus beristighfar, meski misalnya ia berujar sekali “astaghfirullah” dan ihtiyâth wâjib dalam asumsi terakhir kapan saja ia mampu ia harus membayar kaffârah.

Dan dalam kaitannya dengan makanan, mengikut hukum ihtiyâth mustahab, yang harus diserahkan hanyalah gandum atau tepung gandum atau roti gandum. Meski secara lahir makanan apa pun yang diberikan telah memadai.[2]

Kesimpulannya, Anda bebas dalam memilih beberapa opsi jenis kaffârah ini dan makna bebas memilih tersebut adalah bahwa mukallaf bebas dalam memilih jenis apa pun dari kaffârah yang disebutkan di atas. Karena itu, Anda dapat memilih mengerjakan beberapa hal berikut ini:

  • Berpuasa selama dua bulan.
  • Memberi makan enam puluh fakir atau menyerahkan satu mud makanan yang kurang-lebih sebanyak sepuluh sir (750 gram) masing-masing kepada enam puluh orang tersebut yaitu gandum atau beras.
  • Apabila Anda juga tidak dapat memberikan makanan maka Anda harus beristighfar.
  • Tentu saja dianjurkan (mustahab) apabila memungkinkan beberapa opsi di atas dijalankan berdasarkan urutannya.[3]

Harap diperhatikan bahwa apabila manusia membatalkan puasanya dengan sesuatu yang haram, apakah hal tersebut adalah minuman keras atau berzina, atau karena sesuatu dan lain hal telah diharamkan, misalnya bersenggama dengan istrinya dalam kondisi haidh, maka sesuai dengan hukum ihtiyâth (kehati-hatian) ia harus membayar kaffârah jamak.[4]

Dalam pada itu, pada umumnya kantor-kantor marja agung taklid menerima kaffârah–kaffârah, radd mazhalim untuk disampaikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.[]

[1]. Dewasa ini budak sudah tidak dapat dijumpai untuk dapat dibebaskan karena itu masalah ini mentah dengan sendirinya.

[2]. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 931, Masalah 1660 dan 1661.

[3]. Al-Imam al-Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hal. 289.

[4]. Taudhih al-Masâil, al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini, jil. 1, hal. 931.